Rabu, 25 November 2015

PENGARUH LATIHAN RENTANG GERAK TERHADAP LINGKUP GERAK SENDI PADA PASIEN FRAKTUR FEMUR


                                                      
USULAN PENELITIAN

PENGARUH LATIHAN RENTANG GERAK PASIF TERHADAP
LINGKUP GERAK SENDI PADA PASIEN FRAKTUR
FEMUR DI RUANG RAWAT INAP RS ROBERT
WOLTER MONGISIDI MANADO



OLEH :
SANJAY SYAWIE
NIRM 1101124







SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH MANADO
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
PERIODE 2013-2014








BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
         Fraktur femur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang paha yang ditandai adanya deformitas yang jelas yaitu pemendekan tungkai yang mengalami fraktur dan hambatan mobilitas fisik yang nyata.Fraktur femur biasanya disebabkan oleh olahraga atau trauma,fraktur yang paling sering terjadi disebab oleh karena kecelakaan.Kecelakaan dapat menimbulkan cidera,baik cidera ringan maupun cidera berat dan dapat juga menimbulkan kecacatan bahkan kematian salah satunya yaitu fraktur.(Muttaqin, 2008).

        Latihan rentang gerak adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan,kemampuaan menggerakan sendi secara normal untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan atau pun menyatakan batas gerakan yang abnormal.
    Latihan rentang gerak aktif adalah (klien menggerakan semua sendinya dengan rentang gerak tanpa bantuan),sedang pasif adalah(klien tidak dapat menggerakan setiap sendi dengan rentang gerak),atau berada di antaranya. Rencana keperawatan harus meliputi menggerakan ekstremitas klien dengan rentang gerak penuh.Latihan rentang gerak pasif adalah harus dimulai segera pada kemampuan klien menggerakan ekstremitas atau sendi menghilang.Pergerakan dilakukan dengan perlahan dan lembut dan tidak menyebabkan nyeri.Perawat jangan memaksakan sendi melebihi kemampuannya,Setiap gerakan harus diulang 4 kali setiap bagian.(Perry & Potter, 2005)

    



    Lingkup gerak sendi  adalah Batasan gerak sendi yang dilakukan untuk mengetahui luas/jarak yang bisa dicapai oleh suatu persendian saat sendi tersebut bergerak,baik secara aktif maupun secara pasif.Perubahan yang terjadi pada sistem muskuloskeletal bisa menyebabkan penurunan gerak sendi.penurunan gerak sendi yang terbesar terjadi pada cervical dan trunk, khususnya pada gerakan ekstensi, lateral fleksi dan.
     Pasien yang telah dilakukan operasi sering kali dapat menimbulkan permasalahan yaitu adanya luka operasi pada jaringan lunak dapat menyebabkan proses radang akut dan adanya oedema dan fibrosis pada otot sekitar sendi yang mengakibatkan keterbatasan gerak sendi,fraktur menyebabkan timbulnya rasa nyeri,oedema pada daerah tungkai bawah serta penurunan fungsi otot hamstring  dan  otot quadriceps yang menyebabkan adanya keterbatasan gerak daerah sendi lutut. (Wulan Brury, 2005).
   
    Berdasarkan Depkes RI 2007 badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang yang meninggal di karen akan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecatatan fisik.Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur femur sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi.Penyebab yang berbeda dari hasil survey tim Depkes RI di dapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami kematian 45% mengalami cacat fisik ,15% mengalami stress psikologis karna cemas dan bahkan depresi dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik.
   
    Berdasarkan penelitian terkait Uliya, Soempeno,dan Kushartanti menyatakan bahwa pada lansia nilai maksimal Rom fleksi sendi lutut pada lansia sebesar 115˚ yang berarti terjadi penurunan ROM fleksi sendi lutut sebesar 20% nilai normalnya 135˚(Uliya,Soempeno,dan Kushartanti, 2007).
   
   


    Di RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang,fraktur femur merupakan kelompok tiga besar dalam kunjungan pasien dengan fraktur setiap bulan.Dari data Rekam Medis RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang diperoleh jumlah pasien fraktur femur pada tahun 2009 sebanyak 553 pasien.
    
    Berdasarkan data awal yang didapatkan di ruang rawat inap RS.Robert Wolter Mongisidi Manado,total pasien fraktur femur pada bulan november sampai dengan januari 2015 sebanyak 30 pasien.     
B. Rumusan Masalah
    Apakah ada pengaruh latihan rentang gerak terhadap lingkup gerak sendi pasien pada pasien fraktur femur di ruang Rawat Inap RS.Robert Wolter Mongisidi ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum                                                                                       
           Untuk mengetahui pengaruh  latihan rentang gerak terhadap lingkup gerak sendi pada pasien fraktur femur di Ruang Rawat Inap RS.Robert Wolter Mongisidi.
 2. Tujuan Khusus
  a. Untuk mengidentifikasi lingkup gerak sendi pada pasien fraktur femur sebelum dilakukan  latihan rentang gerak  di Ruang Rawat Inap RS.Robert Wolter Mongisidi.
  b. Untuk mengidentifikasi lingkup gerak sendi pada pasien fraktur femur  sesudah dilakukan  latihan rentang gerak  di Ruang Rawat Inap RS.Robert Wolter Mongisidi
c. Untuk mengidentifikasi pengaruh  latihan rentang gerak terhadap lingkup  gerak sendi pada pasien fraktur femur postdi Ruang Rawat Inap RS.Robert Wolter Mongisidi.




D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
   Penelitian ini untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat terutama tentang keperawatan medical bedah guna menambah ilmu pengetahuan agar wawasan bertambah di masa mendatang.
2. Bagi  Pihak RS.Robert Wolter Mongisidi
   Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak rumah sakit meningkatkan pelayanan rumah sakit terutama sebagai bahan informasi bagi perawat agar dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada pasien fraktur femur.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
   Penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan fraktur femur.
4. Bagi institusi pendidikan keperawatan
     Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan dan acuan belajar mengajar bagi mahasiswa















BAB II
TINJAUAN TEORITIS
   
A. Konsep Dasar Fraktur
1. Pengertian
           Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang,Fraktur biasa terjadi karena trauma langsung eksternal,tetapi dapat juga terjadi karena deformitas tulang misalnya fraktur patologis karena osteoporosis,penyakit paget dan osteogenesis imperfekta.(Perry & Potter, 2005)
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh,meskipun tulang dapat patah secara spontan seperti dalam osteomalacia dan osteomyelitis,tetapi kebanyakan fraktur diebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada  tulang.(Reeves, 2001)
    Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang,tulang rawan,baik yang bersifat total maupun sebagian.Fraktur dikenal dengn istilah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.Kekuatan,sudut,tenaga, keadaan tulang,dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi tersebut lengkap atau tidak lengkap.Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah,sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang (Muttaqin, 2008).
2.   Etiologi
       Menurut Brunner and Suddart, 2002 fraktur dapat disebabkan oleh:
a. Pukulan langsung
b. Gaya meremuk
c. Gerakan puntir mendada
d. Kontraksi otot ekster
e.  Dislokai sendi
f.  Kerusakan saraf.




3.   Patofisiologi
      Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang sehingga fraktur tidak tercemar oleh lingkungan. Fraktur terbuka dimana kulit dari ekstermitas yang terlibat telah di tembus konsep kompeting yang harus diperlukan adalah apakah terjadi kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya fraktur .
      Fraktur disebabkan kecelakaan dari kendaraan,jatuh,olahraga jika salah satu sudah patah,maka jaringan lunak disekitarnya juga rusak.Periosteun terpisah dari kerusakan ujung–ujung tulang dan jaringan lemak otot  perdarahan yang terus menerus mengakibatkan syok.Pergeseran fragmen pada fragmen pada fraktur lengan/tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.Cidera dari kecelakaaan pada suatu bagian sistem muskuluskeletal biasanya menyebabkan cidera/disfungsi struktur disekitarnya dan sturktur yang dilindungi/disangganya baik tulang patah,otot tidak bisa berfungsi.            
     Bila syaraf tidak dapat menghantarkan impuls ke otak,seperti terjadi paralisi,sehingga tidak dapat bergerak,bila permukaan sendi tidak dapat bergerak/ beraktikulasi dengan normal,baik tulang maupun otot tidak dapat berfungsi dengan baik,karena fungsi normal otot bergantrung pada ekstremitas tulang tampak lengketnya otot.
    Kemudian pada fraktur panjang,terjadi pendekatan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur.Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain.Saat terjadi fraktur,labula lemak dapat masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena kelainan yang dilepaskan oleh reaksi stress.(Brunner & Suddarth, 2002).






4.  Manifestasi Klinis
             Berdasarkan Brunner and Suddart, 2002 manifestasi klinis dari fraktur yaitu  sebagai berikut:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk tidak alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen.
b. Hilangnya fungsi
c. Deformitas (pergerakan fragmen pada fraktur)
d. Pemendekan ekstermitas
e. Krepitus (terapa tangan adalah derik tulang)
f. Pembengkakan lokal
g. Perubahan warna lokal pada kulit sebagai akibat dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
5. Klasifikasi Fraktur
 Klasifikasi  fraktur menurut Muttaqin (2008) adalah sebagai berikut :
a. Fraktur traumatik
         Terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi patah.
b. Fraktur patologis.
     Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang.Fraktur patologis terjadi pada daerah tulang yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya.Tulang sering kali menunjukan penurunan densitas.Penyebab yang paling sering dari fraktur-fraktur semcam ini adalah tumor,baik tumor  primer maupun tumor metastesis.
c.  Fraktur stress
               Terjadi karena adanya trauma yang terus-menerus pada suatu tempat   tertentu.




6. Gejala Fraktur
    Gejala fraktur yang paling umum adalah rasa sakit,pembengkakan,dan kelainan  bentuk.Rasa sakit akan bertambah berat dengan gerakan dan penekanan di atas fraktur dan mungkin terkait juga dengan hilang fungsinya. Pembengkakan fraktur mungkin merupakan tanda awal dari kasus ini,saat pembekakan meningkat rasa sakit akan meningkat pula.
    Tanda spesifik yang paling banyak pada kasus fraktur adalah terjadinya kelainan bentuk (depormitas),sebagai gejala-gejala lain yang mungkin muncul dengan sprain atau strain.Gejala lain yang mungkin muncul adalah perubahan warna dan krepitasi.Tentu saja jika terdapat luka terbuka, maka terdapat pula pendarahan dan hemorhage. (Reeves,2001)
7. Penyebab
      Trauma musculoskeletal dapat disebabkan oleh (Mustaqqin,2008) :
a. Trauma langsung.
    Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi bisanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengikuti kerusakan.
b. Trauma tidak langsung.
    Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, trauma tersebut disebut dengan trauma tidak langsung misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.








8. Faktor Penyembuhan Fraktur
           Faktor-faktor yang menentukan lama penyembuhan fraktur adalah sebagai berikut (Muttaqin, 2008) :
a. Usia  penderita
       Waktu penyembuhan tulang anak-anak jauh lebih cepat dari pada orang dewasa.Hal ini terutama disebabkan aktifitas proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada bayi sangat aktif.Apabila usia bertambah proses terebut semakin berkurang
 b. Lokalisasi dan Konfigurasi fraktur
      Lokalisasi fraktur memegang peranan penting.Penyembuhan fraktur metafisis lebih cepat dari fraktur diafisis.Disamping itu,konfigurasi fraktur seperti fraktur tranversal lebih lambat penyembuhannya dibandingkan dengan fraktur obliq karena kontak yang lebih banyak.
  c. Pergeseran awal fraktur
    Pada fraktur yang periosteumnya tidak bergeser, penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan dengan fraktur yang bergeser.
d. Vakularisasi pada kedua fragmen.
         Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik, penyembuhan tanpa komplikasi bila salah satu sisi fraktur memiliki vakularisasi yang jelek sehingga mengalami kematian pembentukan union akan terhamat atau mungkin terjadi non union.
   e. Reduksi serta immobilisasi
           Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya.Immobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang menganggu penyembuhan fraktur.
 f. Fraktur immobilisasi
   Bila immobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union,kemungkinan terjadinya non-union sangat besar.
 g. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi jaringan lunak
         Adanya interposisi jaringan,baik berupa periosteum maupun otot jaringan fibrosa lainnya akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.
h. Fraktur adanya infeksi dan keganasan lokal
   i. Cairan sinovial.
      Cairan sinovial yang terdapat pada persendian merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur.
j. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak.
    Gerakan aktif dan pasif pada  anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur,akan tetapi,gerakan yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa immobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi.
9. Penatalaksanaan
            Manajemen terapeutik dari fraktur diarahkan pada pelurusan kembali fragmen tulang,immobilisasi untuk mempertahankan pelurusan kembali dengan benar dan perbaikan fungsi.(Reeves,2001)
  a. Pembidaian
    Bagian yang sakit harus di immobilissi dengan menggunakan bidai pada tempat yang luka sebelum memindahkan pasien.Pembidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan mengurangi kemungkinan adanya komplikasi seperti sindrom emboli lemak.
  b. Gips
             Pemberian gips merupakan perawatan utama setelah reduksi tertutup dalam perbaikan fraktur dan dapat dilakukan bersamaan dengan perawatan lainnya.Tujuannya mencegah bergeraknya tulang dan jaringan sampai bagian ini sembuh.Gips pada kaki atau tungkai,jari kaki biasanya dibiarkan terbuka untuk mencegah pembengkakan (edema).(Ester, 2005)
   c.  Traksi
             Traksi adalah upaya mengunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan dan immobilisasi fragmen tulang mengendorkan spasmus otot dan memperbaiki kontraktur fleksi,kelainan bentuk dan dislokasi.Traksi akan efektif jika menggunakan beban,katrol dan perimbangan untuk memproleh kekuatan yang cukup dalam menghalangi pakaian kerja tertarik  dari otot pasien.



10. Pemeriksaan penunjang
a.  Pemeriksaan ronsen: menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma
b.  Scan tulang,tomogram,scan CT/MRI memperlihatkan fraktur:juga dapat  digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
 c.  Arteriogram dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
 d. Hitung darah lengkap:Ht mungkin atau organ jenuh pada trauma multipel   peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma
 e. Kelainan: trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal.
 f. Profil koagulasi:perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,transfusi   multipel atau cidera hati.
Test laboratorium
-     Radiograma:perlu dibuat bila ada kecurigaan fraktur,karena kebanyakan fraktur dispastikan dengan cara ini.Setidaknya dibutuhkan dua foto dalam pandangan berbeda 90o karena fraktur yang berdislokasi mungkin tidak terlihat hanya pada satu pandangan saja.
-    Sidik tulang diindikasikan bila radiogram tidak dapat menentukan diagnosa (misalnya pada kasus-kasus fraktur pergelangan tangan) atau negatif dalam bukti klinis fraktur.

B. Konsep Dasar Fraktur Femur
1. Defenisi
   Fraktur femur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang paha yang ditandai adanya deformitas yang jelas yaitu pemendekan tungkai yang mengalami fraktur dan hambatan mobilitas fisik yang nyata.(Muttaqin, 2008)
2. Etiologi
   Fraktur femur biasanya disebabkan oleh olahraga atau trauma fraktur yang paling sering terjadi disebab oleh karena kecelakaan.
3. Patofisiologi
     Fraktur terjadi bila interupsi dari kontinuitas tulang,biasanya fraktur disertai cidera jaringan disekitar ligament,otot tendon,pembuluh darah dan persyarafan.Tulang yang rusak mengakibatkan periosteum pembuluh darah pada korteks dan sumsum tulang serta jaringan lemak sekitarnya rusak. Keadaan tersebut menimbulkan perdarahan dan terbentuknya hematom dan jaringan nekrotik,terjadinya jaringan nekrotik pada jaringan sekitar fraktur tulang merangsang respon inflamasi berupa vasodilatasi,eksudasi plasma dan leukosit.Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera.Tahap ini merupakan tahap awal pembentukan tulang.Berbeda dengan jaringan lain,tulang dapat mengalami regenerasi tanpa menimbulkan bekas luka.
4. Manifestasi Klinis
1. Deformitas
        Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari    tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
a.  Rotasi pemendekan tulang
b.  Penekanan tulang
2. Bengkak
        Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
a.  Ekimosis dari perdarahan subculaneous
b.  Spasme otot,spasme involunters dekat fraktur
c.  Tenderness
d.  Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari tempatnya  dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
f.  Kehilangan sensani(mati rasa,mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan).
g.  Pergerakan abnormal
h.  Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah




5. Penatalaksanaan
     Tindakan operasi pemasangan plate and screw pada tulang paha dilakukan pada bagian lateral tungkai atas,akibat terpotongnya pembuluh darah maka cairan dalam sel akan keluar ke jaringan dan menyebabkan pembengkakan.Dengan adanya ini akan menekan ujung syaraf sensoris yang akan menyebabkan nyeri,akibatnya gerakan pada area tersebut akan terbatas oleh karena nyeri itu sendiri.Pada kasus fraktur untuk mengembalikan secara cepat maka perlu tindakan operasi dengan immobilisasi.Immobilisasi yang sering digunakan yaitu plate and screw.
     Untuk memasang plate and screw tersebut perlu dilakukan operasi sehingga dilakukan incisi yang menyebabkan kerusakan jaringan lunak di bawah kulit maupun pembuluh darah yang akan diikuti dengan keluarnya cairan dari pembuluh darah dan terjadi proses radang sehingga menimbulkan oedema.Proses radang ditandai dengan adanya leukosit yang meningkat dan saat keluarnya cairan dari pembuluh darah ditandai dengan adanya hemoglobin yang menurun sehingga mempengaruhi kondisi umum pasien.
    Adanya oedema akan dapat menekan nociceptor sehingga merangsang timbulnya nyeri.Nyeri juga timbul karena adanya luka sayatan pada saat operasi yang dapat menyebabkan ujung-ujung saraf sensoris teriritasi sehingga penderita tidak mau untuk menggerakkan daerah yang sakit.
    
     Keadaan ini apabila dibiarkan terus menerus akan menimbulkan spasme otot dan terjadi penurunan lingkup gerak sendi yang lama kelamaan akan mengakibatkan terjadinya penurunan kekuatan otot diikuti dengan penurunan aktivitas fungsional.
    




Pada kondisi fraktur fisiologis akan diikuti proses penyambungan. Proses penyambungan tulang dibagi dalam 5 fase, yaitu:
a. Fase haematoma
     Pada fase haematoma terjadi selama 1-3 hari.Pembuluh darah robek dan terbentuk haematoma di sekitar dan di dalam fraktur.Tulang pada permukaan fraktur,yang tidak mendapat persediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua milimeter.
b. Fase proliferasi
     Pada fase proliferasi terjadi selama 3 hari sampai 2 minggu.Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi di bawah periosteum dan di dalam saluran medula yang tertembus ujung fragmen dikelilingi jaringan sel yang menghubungkan tempat fraktur.
Haematoma yang membeku perlahan-lahan di absorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang ke dalam daerah fraktur.
c. Fase pembentukan kalus
     Pada fase pembentukan kalus terjadi selama 2-6 minggu.Pada sel yangberkembang-biak memiliki potensi untuk menjadi kondrogenik dan osteogenik,jika diberikan tindakan yang tepat sel itu akan membentuk tulang, cartilago danosteoklas.Masa tulang akan menjadi lebih tebal dengan adanya tulang dan cartilago juga osteoklas yang disebut dengan kalus. 
Kalus terletak pada permukaan periosteal dan endosteal.Terjadi selama 4 minggu,tulang mati akan dibersihkan.
d. Fase konsolidasi
     Pada fase konsolidasi terjadi 3 minggu hingga 6 bulan.Tulang fibrosa atau  tulang menjadi padat jika aktivitas osteoklas dan osteoklastik masih berlanjut maka anyaman tulang berubah menjadi tulang lamelar.
Pada saat iniosteoklas tidak memungkinkan osteoklas untuk menerobos melalui reruntuhan garis fraktur karena sistem ini cukup kaku.Celah-celah di antara fragmen dengan tulang baru akan diisi oleh osteoblast.Perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup untuk menumpu berat badan normal.
e. Fase remodeling
     Pada fase remodeling terjadi selama 6 minggu hingga 1 tahun. Fraktur telah dihubungkan oleh tulang yang padat,tulang yang padat tersebut akan diresorbsi dan pembetukan tulang yang terus menerus lamelar akan menjadi lebih tebal,dinding-dinding yang tidak dikehendaki dibuang,dibentuk rongga sumsum dan akhirnya akan memperoleh bentuk tulang seperti normalnya.Terjadi dalam beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun.
6. Komplikasi umum post operasi
a. Infeksi
    Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa internal fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien.Infeksi juga dapat terjadi karena luka yang tidak steril.
b. Delayed union
    Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang tetapi terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran darah ke fragmen.
c. Non union
          Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5 bulan mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia,kesehatan umum dan pergerakan pada tempat fraktur.
d. Avaskuler nekrosis
           Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya defisiensi suplay darah.
e. Mal union
          Terjadi penyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar seperti adanya angulas,pemendekan,deformitas atau kecacatan
       Komplikasi yang berhubungan dengan tindakan operasi yaitu kerusakan jaringan dan pembuluh darah pada daerah yang dioperasi karena incisi.Pada luka operasi yang tidak steril akan terjadi infeksi yang dapat menyebabkan proses penyambungan tulang dan penyembuhan tulang terlambat.

C. Konsep Dasar Latihan Rentang Gerak
1. Definisi
       Latihan Rentang gerak adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan ataupun untuk menyatakan batas gerakan yang abnormal.Latihan rentang gerak aktif adalah (klien menggerakan semua sendinya dengan rentang gerak tanpa bantuan),pasif (klien tidak dapat menggerakan setiap sendi dengan rentang gerak),atau berada di antaranya.      
        Rencana keperawatan harus meliputi menggerakan ekstremitas klien dengan rentang gerak penuh. Latihan rentang gerak pasif adalah harus dimulai segera pada kemampuan klien menggerakan ekstremitas atau sendi menghilang.Pergerakan dilakukan dengan perlahan dan lembut dan tidak menyebabkan nyeri.Perawat jangan memaksakan sendi melebihi kemampuannya.Setiap gerakan harus diulang 4 kali setiap bagian. (Perry & Potter, 2005)

    Range of Motion (ROM) adalah gerakan yang dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan. (Suratun, 2008).
     Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat setiap-setiap gerakan.Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.Indikasi latihan gerak pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar,pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri,pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total.Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal.Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif.(suratun, dkk, 2008).    
2. Tujuan ROM
  a. Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot.
  b. Memelihara mobilitas persendian
  c. Merangsang sirkulasi darah
  d. Mencegah kelainan bentuk
3. Perinsip Dasar Latihan ROM
  a. ROM harus diulang sekitar 4 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari.
  b. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien.
  c. Dalam merencanakan program latihan Rom,perhatikan umur pasien,diagnosa
      tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring
  d. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher,jari,
       lengan,siku,bahu,tumit,kaki,dan pergelangan kaki
  e. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada
       bagian-bagian yang di  curigai mengalami proses penyakit.
  f. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi
      atau perawatan rutin telah di lakukan.
4. Manfaat ROM
a. Memperbaiki tonus otot
b. Meningkatkan mobilisasi sendi
c. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
d. Meningkatkan massa otot
5. ROM pasif post operasi fraktur femur
     Perawat membantu pasien pasca operatif fraktur femur melakukan latihan ROM pasif dan menganti posisi akan meningkatkan aliran darah ke ekstermitas sehingga stasis berkurang,kontraksi otot kaki bagian bawah akan meningkatkan aliran balik vena sehingga mempersulit terbentuknya bekuan darah. perawat membantu pasien melakukan latihan ini setiap 2 jam sekali saat klien terjaga,perawat membantu pasien pasca operatif fraktur femur melakukan.
    Latihan ROM pasif dengan cara atur posisi pasien terlentang, rotasikan kedua pergelangan kaki membentuk lingkaran penuh,lakukan dorso fleksi dan flantar fleksi secara bergantian pada kedua kaki klien,lanjutkan latihan dengan melakukan fleksi dan ekstensi lutut cecara bergantian,mengangkat kedua telapak kaki klien secara tegak lurus dari permukaan tempat tidur secara bergantian.
        Menurut Suddarth & Brunner, (2002) latihan ini di lakukan untuk mengurangi efek imobilisasi pada pasien di lakukan ROM pasif dengan latihan isometrik otot-otot di bagian yang di imobilisasi  latihan kuadrisep dan latihan gluteal dapat membantu mempertahankan kelompok otot besar yang penting untuk berjalan.Latihan aktif dan beban berat badan pada bagian tubuh yang tidak mengalami cedera dapat mencegah terjadinya atrofi otot.
6. ROM aktif post operasi fraktur femur
       Pasien yang telah dilakukan operasi fraktur femur seringkali dapat menimbulkan permasalahan adanya luka operasi pada jaringan lunak dapat menyebabkan proses radang akut dan adanya oedema dan fibrosis pada otot sekitar sendi yang mengakibatkan keterbatasan gerak sendi terdekat.Latihan rentang gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi fraktur femur,pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang di perlukan untuk pempercepat proses penyembuhan.
       Keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setelah operasi.Banyak pasien yang tidak berani mengerakan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. pandangan yang seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang peristaltik usus sehingga pasien cepat platus, menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernapasan dan terhindar dari kontraktur sendi,memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan dekubitus.Menurut Garrison, (2002)


D. Konsep Dasar Lingkup Gerak Sendi
1.Defenisi
          Lingkup gerak sendi  adalah Batasan gerak sendi yang dilakukan untuk mengetahui luas/jarak yang bisa dicapai oleh suatu persendian saat sendi tersebut bergerak, baik secara aktif maupun secara pasif.Pemeriksaan fungsi motorik lingkup gerak sendi dilakukan pada pasien/klien dengan kelainan,penyakit atau gangguan sistem muskuloskeletal dan neuromuskuler untuk mengetahui luas/jarak yang bisa dicapai oleh suatu persendian saat sendi tersebut bergerak,baik secara aktif maupun secara pasif.
     Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi yang termasuk di dalam functional limitation adalah ke tidak mampuan berdiri,berjalan,serta ambulasi.Yang termasuk di dalam disability adalah aktivitas pasien terganggu karena keterbatasan gerak yang di alami oleh pasien,sosialisasi pasien dengan teman-teman kantor dan tetangga (lingkungan) terganggu.
    Perubahan yang terjadi pada sistem muskuloskeletal bisa menyebabkan penurunan gerak sendi,Penurunan gerak sendi yang terbesar terjadi pada cervical dan trunk,khususnya pada gerakan ekstensi,lateral fleksi dan rotasi. Pasien yang telah dilakukan operasi seringkali dapat menimbulkan permasalahan yaitu adanya luka operasi pada jaringan lunak dapat menyebabkan proses radang akut dan adanya oedema dan fibrosis pada otot sekitar sendi yang mengakibatkan keterbatasan gerak sendi terdekat,fraktur menyebabkan timbulnya rasa nyeri,oedema pada daerah tungkai bawah serta penurunan fungsi otot hamstring  dan otot quadriceps yang menyebabkan adanya keterbatasan gerak daerah sendi lutut.(Wulan Brury, 2005).








BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
    Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka hubungan antara konsep-konsep yang di ukur atau di amati melalui penelitian yang akan dilakukan.

         Variabel Independen                                        Variabel Dependen
Lingkup Gerak Sendi
Pada Pasien Fraktur Femur
Pengaruh Latihan Rentang Gerak
 



   
                                        

              
             Keterangan :
                                      = Variabel yang diteliti
                                     
                                      = Garis penghubung












B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalan jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian (Nursalam,2008)
Ha: Ada Pengaruh Latihan Rentang Gerak Terhadap Lingkup Gerak Sendi Pada Pasien Fraktur Femur Di Ruang Rawat Inap RS Robert Wortel Mongisidi Manado.
C. Variabel Penelitian
1.Variabel Independen   : Pengaruh Latihan Rentang Gerak
2. Variabel Dependen     : Lingkup Gerak Sendi Pada Pasien Fraktur Femur
D. Defenisi Operasional
     Definisi operasional adalah unsur penelitian menjelaskan bagaimana caranya menetukan variabel dan mengukur suatu variabel,sehingga definisi operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang akan membantu penelitian yang lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Riyanto,2011).Dalam penelitian definisi operasionalnya adalah :
No
Variabel
Defenisi
Operasional
Parameter
Alat ukur
Skala
Skor
1









Independen:
Latihan Rentang Gerak
Latihanyang dilakukan untuk mempertahankan
kesempurnaan,
kemampuan,
menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot.
   1.Untuk
      Memelihara atau
      Mempertahakan
      Kekuatan otot
    2.Memelihara
       mobilitas
       persendian
    3.Merangsang     sirkulasi darah
   4 .Untuk mencegah
       Kelainan bentuk
SOP


2









Dependen :
Lingkup Gerak Sendi Pada Pasien Fraktur Femur

Batasan gerakan maksimum yang dapat dicapai
oleh sendi. Dengan satuan (derajat)
   1.Diukur rentang gerak sendi yang mampu dilakukan pasien

  Observasi
Interval
A.Lutut  :                                                     
1. Fleksi :
Normal          = 90O-120O   
Tidak normal =                                                         = 0O-80 O









BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
     Rancangan penelitian pada hakekatnya merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang di tetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penutun penelitan pada seluruh proses penelitian (Nursalam,2008).
     Desain yang di pakai dalam penelitian ini adalah pra eksperimen(one goup pretset and posttest design) yaitu penelitian satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi,kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam,2008)

Pre Test                                Tindakan                            Post Test
        01                                          X                                          02

Keterangan :
01 : Observasi Sebelum latihan rentang gerak
X  :Latihan rentang gerak
02 :Observasi Sesudah latihan rentang gerak

B. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
     Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Arikunto, 2002). Populasi dalam penelitian ini yaitu semua  pasien fraktur femur di  RS.Robert Wolter Mongisidi Manado,yang berjumlah 30 pasien.
2. Sampel
     Sampel adalah sebagian jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi besar,dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi,mak peneliti dapat menggunakan sampeln yang di ambil dari populasi itu.Sampel dalam penelitian in ditentukan sesuai kriteria inklusi yaitu 30 pasien sedangkan sampling adalah prorses menyeleksi populasi yang ada dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2008).
Teknik Pengambilan Sampel pada penelitian ini Accidental Sampling,yaitu dengan mengambil responden yang secara kebetulan ada atau tersedia.











a.   Kriteria Inklusi
        Kriteria Inklusi adalah karakteristik umum penelitian dari suatu populasi target  dan terjangkau yang akan diteliti(Nursalam, 2008).
     Yang menjadi kriteria inklusi adalah :
1.      Pasien post operasi fraktur femur yang bersedia menjadi responden pada hari 6-7
2.      Belum mendapatkan latihan rentang gerak
3.      Pasien berada di tempat penelitian saat di teliti
b.  Kriteria Ekskulsi adalah menghilang atau mengluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2008).Yang menjadi eksklusi adalah :
1.   Pasien yang tidak responsif
D. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
   a. Penelitian akan dilakukan di rawat inap RS Robert Wolter Mongisidi Manado.
2.    Waktu penelitian
 b.  Penelitian akan dilakukan pada minggu ketiga bulan 2015.
E. Etika Penelitian
        Penelitian yang menggunakan manusia sebagai subjek, tidak boleh bertentangan dengan etika. Tujuan penelitian harus etis dalam arti hak pasien harus dilindungi (Nursalam, 2008). Sebelum dilakukan tindakan, peneliti  menjelaskan tujuan penelitian kepada responden, selanjutnya calon responden diminta kesediaannya untuk menjadi responden dengan menandatangani format persetujuan dalam penelitian ini.
F. Instrumen Penelitian
      Pengumpulan data dengan cara menggunakan lembar observasi terhadap lingkup gerak sendi pasien dan melakukan pengukuran lingkup gerak sendi pasien pasien fraktur femur.



G. Prosedur  Pengumpulan data
1. Editing
    Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir.
2. Coding
 Yaitu peneliti memberikan responden
3. Cleaning
  Yaitu memberikan data dengan melihat variabel-variabel yang digunakan data-datanya sudah benar atau belum.
H. Analisa Data
Data yang di peroleh dari penelitian dianalisis dengan uji T Berpasangan  (paired t-test) 
menggunakan program komputer SPSS.
1. Analisis Univariat
  Dilakukan terhadap tiap-tiap variabel penelitian terutama untuk melihat   tampilan distribusin frekuensi dan presentase dari tiap-tiap variabel
2. Analisis Bivariat
     Untuk melihat hubungan dari variabel independen dan dependen dengan menggunakan uji T Berpasangan/paired t-test (Hidayat, 2007).